Rabu, 30 September 2009

Koperasi di NTT Jadi Tumpuan Ekonomi Keluarga

Koperasi tampil sebagai tumpuan ekonomi keluarga di Nusa Tenggara Timur. Melalui koperasi masyarakat bawa mendapat modal usaha untuk meningkatkan eknomi mereka.

Gubernur Nusa Tenggara Timur Frans Lebu Raya di Kupang, Kamis (1/10) mengatakan, jumlah koperasi di NTT saat ini mencapai 1.749 unit, dari jumlah ini sebanyak 337 tidak aktif.

Sebagian besar koperasi merupakan simpan pinjam. Koperasi sangat cocok dengan watak dan karaker masyarakat, serta kemampuan usaha masyarakat. Koperasi lebih dikenal dan dicintai masyarakat NTT.

Total aset dari seluruh koperasi di NTT sekitar Rp 500 miliar. Aset ini berupa uang tunai, barang bergerak atau tak bergerak, tanah dan bangunan. Koperasi lebih dikenal dan dipahami masyarakat dibanding bank yang memiliki prosedur berbelit, dan sulit terpenuhi. Koperasi lebih mudah mengucurkan dana kepada masyarakat.



Baca Selanjutnya...

Rabu, 16 September 2009

Target Pengepungan Densus 88 Di Solo


Latar belakang baku tembak di Kampung Kepuhsari, Mojosongo, Jebres, Solo, Jawa Tengah mulai menemui titik terang. Tim Densus 88 rupanya tengah mengepung sebuah rumah yang diduga menjadi tempat persembunyian teroris.Menurut Ketua RT setempat, rumah yang kini dikepung itu merupakan rumah seorang warga bernama Sugiyanto. Kemudian rumah itu dikontrak oleh Susilo alias Adib warga Kagokan RT 2/11 Pajanglawean Solo.

Adib sendiri telah mengontrak rumah ini selama enam bulan terakhir. Sehari-harinya, Adib merupakan pengajar di Ponpes Al Kahfi Mojosongo. Di rumah itu, Adib tinggal dengan istrinya yang bernama Putri yang berprofesi sebagai guru Taman Pendidikan Al-Quran (TPA).

Masih menurut Suratmin, selama tiga bulan pertama Adib memang tak melakukan sosialisasi kepada warga sekitar. Tapi dalam tiga bulan terakhir Adib mulai dikenal warga karena sering bersosialisasi. Adib juga telah menyerahkan KK dan KTP.

Menurut beberapa sumber di lokasi kejadian, diduga saat ini tim Densus 88 tengah mengepung rumah Adib yang diduga menjadi tempat persembunyian dari Agus Budi Pranoto salah satu orang yang masuk dalam DPO.

Namun hingga kini pihak kepolisian tetap belum memberikan keterangan resmi mengenai motif dari baku tembak yang terjadi.

Hingga saat ini, masih terdengar beberapa tembakan di lokasi pengepungan.



Baca Selanjutnya...

Selasa, 15 September 2009

Usamah: Obama Tak Berdaya Hentikan Perang Afghanistan dan Iraq


Gembong Al Qaidah sekaligus buron nomor wahid Amerika Serikat (AS), Usamah bin Laden, kembali muncul. Kali ini, lewat video berisi rekaman suara dan gambar diamnya, militan 52 tahun tersebut menyebut Presiden Barack Obama tidak berdaya. Terutama untuk menghentikan Perang Afghanistan dan Perang Iraq.

Video bertajuk "Pesan untuk Rakyat Amerika" itu disebarluaskan oleh As-Sahab, media publikasi Al Qaidah, kemarin dini hari WIB.

"Mereka yang berakal sehat tahu bahwa Obama adalah manusia tak berdaya yang tidak akan mampu mengakhiri perang seperti yang telah dia janjikan. Bahkan, dia akan melanjutkannya hingga ke tingkat yang paling tinggi," urai Usamah seperti dilansir AFP kemarin (14/9).Pria kelahiran Arab Saudi itu menyebut pemerintahan Obama sebagai penerus ideologi neokonservatif Gedung Putih. Karena itu, dia mengimbau Obama lebih dahulu memerdekakan Gedung Putih sebelum membebaskan Afghanistan dan Iraq.

"Kenyataannya, paham neokonservatif itu masih terus membayangi Anda (Obama)," ujar Usamah dalam pesan pertamanya selama tiga bulan terakhir. Reuters melaporkan, durasi video terbaru Usamah tersebut sekitar 11 menit.

Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa bukti pelestarian paham neokonservatif itu tampak pada pilihan Obama atas beberapa pejabat penting. Di antaranya dengan mempertahankan Robert Gates sebagai menteri pertahanan dan Jenderal Robert Petraeus sebagai pimpinan tertinggi Komando Pusat AS di Afghanistan dan Iraq. Sejak era kepemimpinan George W. Bush, Gates dan Petraerus memang sudah menduduki dua jabatan penting tersebut.

Dalam kesempatan itu, Usamah mengimbau seluruh warga AS untuk mendesak Gedung Putih mengakhiri perang teror di Afghanistan dan Iraq. Juga mencabut dukungan penuh Negeri Paman Sam terhadap pemerintah Israel. Sebab, menurut dia, keberpihakan Washington terhadap kebijakan-kebijakan negeri Yahudi merupakan salah satu faktor krusial yang memantik serangan 11 September 2001.

Para analis teror menduga, Al Qaidah yang selama ini tidak banyak menyuarakan Palestina dikecam para pendukungnya sendiri. Apalagi, belakangan, para pakar intelijen Arab menyebut Al Qaidah sudah lemah dan selalu gagal melancarkan serangan langsung terhadap Israel. Karena itu, Usamah lantas dimunculkan untuk mengkritisi kebijakan AS atas Israel.

"Jika perang tidak kunjung berakhir juga, kami akan terus mengobarkan perlawanan terhadap Anda (AS) dan seluruh sekutu Anda. Seperti yang kami lakukan terhadap Uni Soviet selama 10 tahun hingga akhirnya tercerai-berai atas izin Tuhan yang Mahakuasa," tandas militan asal Arab Saudi tersebut seperti dilansir Associated Press.

Satu-satunya cara menghentikan kebencian terhadap AS, menurut dia, adalah dengan mempertimbangkan kembali hubungan Washington dengan Tel Aviv. "Tentukan mana yang lebih penting. Keamanan, darah, harta, pekerjaan, anak-anak, perekonomian dan reputasi Anda, atau keamanan Israel dan anak-anak serta perekonomian mereka?" tantang Usamah.



Baca Selanjutnya...

Senin, 14 September 2009

Ratusan Awak Bus Jalani Tes Narkoba


Jajaran Kepolisian Resor Banyumas menggelar tes urine terhadap ratusan sopir di Terminal Purwokerto, Jawa Tengah, Senin (14/9). Tes urine dilakukan untuk memastikan bahwa semua awak bus bebas dari pengaruh narkoba sehingga tidak membahayakan penumpang saat mudik.Untuk memantau kesehatan dan kesiapan awak bus di Terminal Purwokerto, jajaran Polres Banyumas menyediakan posko kesehatan di kompleks terminal. Posko kesehatan disediakan bagi para awak angkutan umum yang mengalami gangguan kesehatan untuk dirawat secara gratis oleh petugas.

Polres Banyumas menetapkan aturan keras bagi para awak angkutan umum agar menjalankan kendaraanya sesuai aturan lalu lintas yang berlaku. Jika ditemukan awak bus yang melanggar aturan akan dilakukan tindakan sesuai hukum yang berlaku yaitu pencabutan izin operasional.(JUM)



Baca Selanjutnya...

Minggu, 13 September 2009

Muhammadiyah Pastikan Idul Fitri Minggu


Pimpinan Pusat Muhammadiyah menetapkan Idul Fitri 1 Syawal 1430 Hijriah jatuh pada 20 September 2009. Muhammadiyah mengacu pada hasil hisab (perhitungan) kalender.

Sementara itu, Departemen Agama dan Majelis Ulama Indonesia baru akan melangsungkan sidang isbat penetapan hari Idul Fitri pada hari Sabtu (19/9).

Wakil Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Fatah Wibisono mengatakan, hasil hisab itu sudah dicantumkan dalam maklumat PP Muhammadiyah Nomor 06/MLM/I.0/E/2009 tentang Penetapan 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 1 Zulhijah tertanggal 23 Juli 2009. Penetapan berdasarkan sidang hasil hisab Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah di Yogyakarta pada 11 Juni 2009.”Majelis memedomani hisab hakiki wujudul hilal dan hasilnya 1 Syawal 1430 Hijriah jatuh pada 20 September 2009,” ujarnya ketika dihubungi dari Jakarta, Minggu.

Sementara Sekretaris Jenderal Departemen Agama Bahrul Hayat mengatakan, pemerintah belum menentukan Idul Fitri secara resmi. Rencananya, Depag baru akan menggelar sidang isbat pada 19 September mendatang.

Hargai

Pemerintah menghargai keputusan Muhammadiyah yang telah menetapkan tanggal Idul Fitri. Hal itu adalah hak setiap organisasi massa dalam menentukan hari raya keagamaan yang disesuaikan dengan keyakinan dan cara perhitungan masing-masing. ”Itu adalah keputusan internal Muhammadiyah sebagai sebuah ormas. Berdasarkan hisab atau perhitungan mereka, Idul Fitri jatuh pada hari Minggu,” ujarnya.

Meski demikian, Bahrul berharap masyarakat mengikuti hasil sidang isbat. Dalam sidang itu, semua ormas Islam, termasuk Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, akan diundang dan dilibatkan dalam Dewan Hisab dan Rukyat Departemen Agama.

Bahrul menegaskan pentingnya kebersamaan dan persatuan umat. ”Penetapan hari Idul Fitri oleh Depag sebagai wakil pemerintah juga bukan untuk kepentingan salah satu ormas tertentu,” katanya.

Ia berharap masyarakat dan semua komponen ormas Islam bersabar menunggu sidang isbat dan merayakan Idul Fitri tahun ini dengan mengikuti keputusan pemerintah.

Ketua Majelis Ulama Indonesia Amidhan mengakui ada dua metode penetapan awal bulan, yakni hisab dan rukyat hilal. Hasil kedua metode itu bisa saja berbeda.

Hisab hakiki merupakan penghitungan awal bulan dalam tahun Hijriah, yang antara lain menggabungkan ilmu falak dan matematika. Sementara rukyat hilal mengutamakan pengamatan langsung hilal atau bulan sabit pada hari pertama sebagai dasar penetapan awal bulan.



Baca Selanjutnya...

Jumat, 11 September 2009

Hubungan RI-Malaysia Sulit


Hubungan bilateral RI-Malaysia kini memasuki babak sulit yang ditandai dengan munculnya beberapa persoalan yang mengganggu. Indonesia mengedepankan jalur diplomasi, perundingan, atau komunikasi politik sehat agar semua masalah bisa diselesaikan.

”Mengelola hubungan kedua negara memang sulit. Komunikasi politik yang kita lakukan sudah bagus. Namun, tetap perlu kajian sosiologis bersama tentang hubungan antarkedua negara ini,” kata Kepala Biro Administrasi Menteri/Juru Bicara Deplu RI Teuku Faizasyah menjawab Kompas seusai jumpa pers di kantor Deplu Jakarta, Jumat (11/9).Tingkat kesulitan itu bukan terletak pada lemahnya komunikasi politik atau jalur diplomasi yang dibangun selama ini, melainkan semata-mata karena perbedaan cara pandang di kalangan generasi muda.

”Komunikasi politik kita sudah baik. Masalahnya kita kini berada di era yang berbeda. Generasi baru melihat (hubungan) itu lebih rasional dan para orangtua dulu melihat kedua negara sebagai serumpun,” katanya.

Beberapa persoalan muncul setelah klaim kebudayaan Indonesia oleh Malaysia, terutama dalam kasus tarian pendet Bali.

Hal ini ditambah lagi dengan persoalan dari sisi Indonesia. Misalnya, ada aksi sweeping terhadap warga Malaysia, pembakaran bendera dan atribut negara tetangga itu, serta unjuk rasa di Jakarta. Ada juga kasus rumah kontrakan mahasiswa Malaysia di Yogyakarta dilempari dengan telur busuk.

”Deplu mengecam tindakan sweeping ini karena tidak hanya mengganggu ketertiban umum, tetapi juga dapat mencoreng citra Indonesia di dunia internasional. Namun, aksi ini hanya dilakukan sekelompok kecil warga, bukan mewakili rakyat kita. Kita harus memakai jalur diplomasi dengan arif, bijak, dan damai,” kata Teuku.

Menlu akan bertemu

Saat jumpa pers, Teuku menyatakan, Malaysia prihatin dan mencemaskan keselamatan warganya di Indonesia. Kecemasan itu antara lain ditunjukkan Menteri Luar Negeri Malaysia YB Datuk Anifah Haji Aman yang sampai memanggil Duta Besar RI untuk Malaysia Da’i Bachktiar di Kuala Lumpur, Rabu lalu.

”Kita menjelaskan Indonesia melindungi semua warga asing, termasuk warga Malaysia,” jelas Teuku lagi.

Dalam rangka mengelola kembali hubungan baik antarkedua negara, Menlu Malaysia berinisiatif menemui Menlu RI Hassan Wirajuda pada hari Kamis yang akan datang. ”Beliau berinisiatif datang ke Indonesia dan akan diterima Bapak Menlu kita. Keduanya akan membahas isu-isu terkini terkait banyak hal. Bagaimana seharusnya kedua negara ini mengelola hubungan bilateralnya,” jelas Teuku.

Masalah yang akan menjadi fokus pembicaraan kedua pejabat tersebut, kata Teuku, belum dapat dirincikan. Meski demikian, kemungkinan besar beberapa isu sensitif akan menjadi fokus pembicaraan, mungkin juga termasuk soal isu sweeping warga, pembakaran atribut Malaysia, dan klaim produk budaya Indonesia yang dilakukan negara tetangga itu.

Saat ini sudah terbentuk kelompok tokoh terkemuka atau Eminent Person Group (EPG) Indonesia-Malaysia. Kelompok ini mengkaji hubungan kedua negara secara kesuluruhan dan mempelajari masalah-masalah yang menjadi akar kian memanasnya hubungan antarkedua negara untuk disikapi pimpinan negara masing-masing.

Di samping berbagai isu tersebut, hubungan RI-Malaysia juga sering panas, terutama di kalangan rakyat Indonesia. Tidak sedikit kasus penyiksaan pekerja rumah tangga asal Indonesia yang bekerja di Malaysia. Pengusiran bahkan penyiksaan juga dilakukan aparat Malaysia terhadap tenaga kerja ilegal asal Indonesia.

Namun, di sisi lain, perusahaan Malaysia penampung pekerja ilegal asal Indonesia seperti mendapat angin. Perusahaan sering menahan atau tak membayar gaji dengan alasan status sebagai pekerja ilegal.



Baca Selanjutnya...

Kamis, 10 September 2009

Pemerintah Jangan Cuma Bisa Mengatur


Tahun depan, sejumlah pelaku industri di negeri ini mengusulkan sembilan produk unggulan Indonesia dapat dilepaskan di pasar bebas. Negara-negara anggota ASEAN pun menyepakati, tahun 2015 adalah saat pemberlakuan pasar bebas di kawasan Asia Tenggara.

Pasar bebas memang memberikan peluang bagi negeri ini untuk meningkatkan pendapatannya, dengan memasarkan produk unggulannya dan memperbesar investasi asing. Pasar bebas juga tantangan bagi sumber daya manusia Indonesia untuk bisa sekualitas dan bersaing dengan mancanegara. Namun, pasar bebas sesungguhnya juga menjadi ancaman, apalagi jika dikaitkan dengan kualitas sumber daya manusia dan komoditas negeri ini, yang dalam beberapa segi memang masih kalah dibandingkan dengan negara lain.Pertanyaan yang paling sering muncul terkait isu pasar bebas adalah siapa yang harus melindungi komoditas negeri ini yang tak mampu bersaing dengan produk mancanegara? Siapa yang melindungi petani dan warga negeri ini yang masih termarjinalisasi? Tak mungkin mereka dibiarkan terkapar, kalah pada era persaingan bebas yang segera dimulai. Bahkan, tak mungkin membiarkan mereka terabaikan, tanpa perlindungan saat ini.

Gantungan mereka yang tersisih adalah pemerintah. Namun, bisakah pemerintah memerankan peran itu? Memang, sejarah mengajarkan, saat Amerika Serikat (AS) mengalami krisis ekonomi tahun 1930, pemerintah negara itu melakukan intervensi terbatas untuk menyelamatkan tatanan perekonomian. Saat ini pun AS tengah dilanda kegelisahan akibat krisis sehingga pemerintahannya melakukan sejumlah intervensi untuk melindungi rakyatnya melalui sejumlah penyelamatan perusahaan yang berperan besar dalam perekonomian dan ketenagakerjaan di AS.

Keberpihakan pada rakyat

Sejumlah daerah, seperti Pemerintah Provinsi Gorontalo dan Pemerintah Kabupaten Bantul (Daerah Istimewa Yogyakarta), memang menunjukkan keberpihakannya kepada rakyat yang tersisih, terutama petani.

Pemerintahan Orde Baru sampai akhir tahun 1980-an memang mempunyai peran yang signifikan, bukan hanya sebagai regulator, tetapi juga menjadi pelindung, bahkan menjadi pelaku ekonomi langsung. Karena itu, pada masa lalu dibentuk sejumlah lembaga pelaku ekonomi, seperti Badan Urusan Logistik (Bulog) yang juga membeli gabah langsung dari petani.

Namun, tahun 1989 Bank Dunia mengeluarkan sebuah buku Pembangunan Berkesinambungan, yang merupakan hasil studi pembangunan di Afrika. Bank Dunia menyimpulkan, kegagalan pembangunan di Afrika karena terlalu banyak dikelola pemerintah. Pemerintahlah sumber kegagalan. Wajah peran pemerintah di seluruh dunia pun berubah.

Untuk keberhasilan pembangunan, peran pemerintah harus diperkecil. Ekstremnya, pemerintah hanya berperan sebagai pengatur, regulator. Mekanisme pasar yang harus berjalan. Buka kompetisi bebas jika sebuah negara ingin berkembang pesat.

Tahun 1994, Putaran Uruguay menyepakati negara tak boleh menyubsidi sektor pertanian. Subsidi negara pada berbagai bidang kehidupan harus semakin dikurangi. Pasar bebas kian memperoleh tempatnya. Indonesia pun terikat dengan kesepakatan itu. Pemerintah ”mundur”, sekadar menjadi fasilitator, regulator.

Pemerintah pusat terjebak dalam struktur kontrak internasional sehingga tidak bisa secara langsung ”membela” rakyatnya. Jika pemerintah melanggar, sejumlah lembaga internasional, seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF), bisa memberikan sanksi, terutama tidak mengucurkan pinjaman. Padahal, pembangunan negeri ini sebagian masih dibiayai pinjaman luar negeri.

Persaingan sempurna

Pasar bebas memang tak terhadang lagi. Namun, dari perspektif etis dan teoretis, pemerintah harus mengambil peran lebih besar dari sekadar sebagai regulator. Ketertinggalan sejumlah daerah dan warga negeri ini membutuhkan peran pemerintah yang lebih besar lagi, setidak-tidaknya untuk melindungi mereka. Pasar tidak bisa memecahkan semua masalah.

Apalagi, apabila bicara dunia nyata, saat ini terjadi kegagalan pasar. Idealnya mekanisme pasar memenuhi syarat yang dalam teori disebutkan sebagai persaingan sempurna. Faktanya, hal itu tidak ada. Tak akan pernah ada persaingan sempurna. Yang ada adalah monopoli, oligopoli, dan ketidakseimbangan.

Ketidakseimbangan, sehingga tak terjadi persaingan sempurna, terjadi antara lain karena adanya distorsi informasi. Akses seseorang, daerah, atau negara untuk memperoleh informasi sangatlah beragam, berbeda, bahkan bisa terasa bagai bumi dan langit. Karena distorsi informasi itu, kawasan timur Indonesia yang seharusnya lebih dahulu menyongsong mentari terbit justru tertinggal dari Indonesia bagian barat.

Dalam ketidakseimbangan itu, apalagi ada berbagai kebutuhan warga yang harus disediakan negara, pemerintah tak bisa lain harus memainkan peran yang lebih dari sekadar pembuat aturan. Pemerintah harus berani menjadi pelaku dan pelindung warga negaranya dalam pasar bebas. Apalagi ada aspek keadilan, redistribusi pendapatan dalam pengelolaan negara atau daerah. Hal ini hanya bisa dilakukan oleh pemerintah.

Namun, kalau kita menginginkan pemerintah bisa lebih berperan aktif, tidak bisa kita harapkan dari pemerintah pusat. Sebab, pemerintah pusat adalah bagian dari penanda tangan kontrak internasional yang membatasi peran pemerintah. Kecuali, ada presiden yang nekat, yang pura-pura tidak mengerti dengan struktur ekonomi global dan tidak memahami kontrak internasional itu.

Satu-satunya harapan memang dibebankan kepada pemerintah daerah. Merekalah yang harus lebih peduli melindungi rakyat yang belum siap masuk kancah pasar bebas. Pemerintah daerah harus lebih peduli pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Hal ini sejalan dengan semangat otonomi yang dititikberatkan pada daerah tingkat dua (kabupaten/kota).

Memang masih banyak kepala daerah di negeri ini yang tetap terjebak pada perilaku pasar bebas, serta memburu pendapatan daerah dan investasi sebesar-besarnya, tetapi mengorbankan sebagian warganya yang belum siap bersaing. Karena itu, memang dibutuhkan pemimpin daerah yang berani mendobrak pembatasan, atau setidak-tidaknya memperlebar pagar yang membatasi keleluasaan pemerintah untuk bertindak tak cuma sebagai pembuat aturan dan fasilitator.



Baca Selanjutnya...

Rabu, 09 September 2009

Carilah Ilmu Sampai ke Negeri Gempa


Achmad Yani dan Vincent Hakim

08/09/2009 18:30
Disadari atau tidak, kita hidup di bumi dari Sabang sampai Merauke, akrab dengan bencana alam gempa bumi. Karena bukan hanya sekali dua kali goyangan bumi itu mengguncang Tanah Air. Peristiwa yang baru saja terjadi, gempa bumi kuat, Rabu (2/9) sekitar pukul 14.55 WIB, menggoyang wilayah Pulau Jawa bagian selatan. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), lokasi pusat gempa berada pada 8,24 Lintang Selatan 107,32 Bujur Timur, sekitar 142 kilometer Barat Daya Tasikmalaya, Jawa Barat, dengan kedalaman 30 kilometer di bawah permukaan laut.Gempa berkekuatan 7,3 pada skala Richter itu, tak hanya mengguncang Tasikmalaya, namun juga dirasakan di Jakarta, Bandung, Sukabumi, Cianjur, Garut, Purwakarta, Cilacap, Tegal, bahkan hingga Bali. Di Jakarta, gempa itu membuat para penghuni gedung bertingkat panik. Di beberapa kawasan bisnis seperti di Sudirman, Senayan City, dan Mega Kuningan, para penghuni gedung berhamburan keluar. Bahkan, sebagian dari mereka, tak mau lagi kembali masuk ke gedung karena mengalami trauma.

Rasanya belum selesai menarik nafas panjang, gempa bumi terjadi lagi, Senin (8/9) pukul 23.12 WIB. Pusat gempa berada di 263 km arah tenggara Wonosari atau 283 km sebelah tenggara Yogyakarta. Belum diketahui persis, akibat yang ditimbulkan dari gempa berkekuatan 6,8 pada skala Richter itu.

Berulang kali gempa bumi mengakibatkan kerusakan fisik rumah tinggal dan bangunan serta menelan korban jiwa manusia yang tak sedikit. Berdasarkan data dari Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Senin (7/9), sampai hari keenam pascagempa Tasikmalaya, korban meninggal mencapai 73 orang. Korban meninggal terbanyak di Kabupaten Cianjur dengan jumlah 29 orang. Sedikitnya 34 orang masih belum ditemukan. Diduga warga yang hilang itu tertimbun longsoran atau berada di bawah reruntuhan bangunan yang ambruk.

Setelah mengalami gempa dan tsunami yang mahadahsyat di Aceh pada 2004 dan gempa Yogyakarta 2006, masyarakat tampak lebih waspada. Setidaknya, mulai ada sistem peringatan dini mengantisipasi tsunami. Warga yang tinggal di dekat pantai menyelamatkan diri ke daerah lebih tinggi begitu terjadi gempa. Untunglah, gempa yang dipicu oleh gesekan lempengan Indo-Australia kali ini tidak menimbulkan gelombang air bah.

Meski masyarakat kita akrab dengan gempa, bukan berarti kita telah siap hidup dalam ancaman bencana. Seperti yang terjadi dalam berbagai peristiwa gempa sebelumnya, tetap saja pemerintah daerah lamban membantu para korban bencana. Mereka harus membentuk tim dulu, melakukan rapat-rapat, sebelum bergerak menolong korban. Bukan hanya itu, di sisi lain reaksi masyarakat dalam menghadapi gempa tidak selalu tepat. Mereka, misalnya, tidak mematikan kompor atau listrik sebelum melarikan diri ke luar rumah. Sebagian masyarakat, juga terlalu panik sehingga terluka atau bahkan meninggal bukan oleh sebab guncangan itu sendiri melainkan karena terjatuh. Tentu tulisan ini tidak bermaksud untuk menyalahkan masyarakat, namun justru ingin mengingatkan dan menyadarkan kembali apa yang sebaiknya dilakukan ketika menghadapi gempa yang selalu terjadi berulang. Tujuannya, untuk meminimalisir kerusakan fisik dan menjaga keselamatan jiwa masyarakat.

Kerusakan akibat gempa yang terjadi di kawasan Jawa Barat, Rabu (2/9) lalu, sedikitnya mengakibatkan kerusakan fisik berbagai fasilitas umum dan rumah tinggal senilai satu triliun rupiah. Jumlah ini baru diperkirakan untuk satu kota. Seperti yang diungkapkan Kepala Dinas Tenaga Kerja Sosial dan Transmigrasi Kabupaten Garut Elka Nurhakimah. Dinas Tenaga Kerja Sosial dan Transmigrasi Garut memperkirakan kerugian pemerintah daerah Garut mencapai nilai Rp 1 triliun. Tentu saja, hitung-hitungan ini belum mencakup wilayah lain seperti Tasikmalaya, Cianjur, dan kota-kota lain yang juga mengalami kerusakan parah.

Pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat menyediakan dana Rp 90 miliar untuk penanganan bencana. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun secara pribadi memberikan dana pribadinya senilai Rp 5 miliar rupiah untuk penanganan bencana di Jawa Barat itu. Rincian pembagiannya antara lain, Kabupaten Tasikmalaya mendapat sumbangan Rp 1 miliar, Kabupaten Bandung Rp 800 juta, Garut Rp 750 juta, Kabupaten Ciamis Rp 700 juta, Sukabumi Rp 600 juta, Kabupaten Bandung Barat Rp 250 juta, Kota Tasikmalaya Rp 225 juta, Cianjur Rp 250 juta, Kabupaten Bogor Rp 250 juta, Kuningan Rp 100 juta, Kabupaten Banjar Rp 90 juta, Majalengka Rp 75 juta, Subang Rp 50 juta, dan Kabupaten Purwakarta Rp 50 juta. Bantuan dari Presiden SBY itu dianggap sebagai bagian dari dana tanggap darurat. Masa tanggap darurat adalah 14 hari, dari hari pertama bencana sampai 17 September mendatang.

Seberapa kuat pemerintah dapat membantu dan menutup seluruh kerugian akibat bencana? Bagaimana jika terjadi bencana serupa yang besar lagi? Bukankah jumlah dana pemerintah untuk penanganan bencana sangat terbatas? Pertanyaan lainnya, bagaimana upaya pemerintah mempersiapkan masyarakat untuk menghadapi bencana yang bisa sewaktu-waktu terjadi? Bagaimana seharusnya masyarakat bersikap saat menghadapi bencana gempa? Bagaimana penanganan para korban yang mengalami trauma berat akibat gempa? Banyak pekerjaan rumah yang harus dipelajari berkaitan dengan bencana alam terutama gempa.

Fakta bahwa negeri bernama Indonesia berada di pertemuan tiga lempeng dunia, yakni Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Inilah yang menyebabkan gempa tektonik terjadi hampir setiap hari, dan kita harus berkompromi dengan kondisi ini. Alam semesta tak bisa diatur, tapi manusialah yang bisa mensiasati kondisi itu dengan lebih cerdas, cerdik, dan bijak. Rasanya kok tidak bijak jika setiap kali bencana datang, sebagian masyarakat dan bahkan tokoh masyarakat terus-menerus memposisikan peristiwa itu sebagai cobaan dari Sang Pencipta. Apalagi sebagai hukuman dari Yang Ilahi.

Bukan hanya negeri Indonesia yang menjadi langganan gempa. Negeri Matahari Terbit Jepang juga merupakan negara 'pelanggan tetap' gempa bumi. Pada 17 Januari 1995, sebuah gempa bumi hebat mengguncang kota pelabuhan Kobe di selatan Jepang. Menurut kantor berita BBC, gempa berkekuatan 7,2 magnitude itu merupakan yang terbesar di Jepang dalam 47 tahun terakhir. Total korban tewas akibat gempa tercatat 6.433 orang, 27.000 orang lainnya terluka.

Hanya dalam waktu 20 detik, kota berpenduduk 1,5 juta jiwa itu luluh lantak. Ribuan gedung, apartemen, rumah, dan jalan layang di kota Kobe hancur. Sejumlah kereta api keluar dari jalurnya dan aliran listrik kota terputus di sejumlah tempat. Total kerusakan rumah tinggal 250.000 bangunan dengan perincian 104.906 hancur total, 144.274 hancur sebagian, 390.506 bangunan rusak, sekitar 460.000 keluarga kehilangan tempat tinggal atau tempat tinggal mengalami kerusakan. Bukan hanya itu, badai api pun kemudian menyergap kota. Korban akibat kebakaran 7,483 bangunan terbakar habis, di antaranya 6.148 bangunan tempat tinggal (rumah dan apartemen), 9.017 keluarga kehilangan tempat tinggal. Kerugian lainnya, jalan dan jalan raya mengalami kerusakan di 10.069 tempat, 320 bangunan jembatan mengalami kerusakan, kerusakan pinggiran sungai di 430 tempat, tanah longsor di 378 tempat. Total kerugian diperkirakan mencapai 10 triliun yen, sebesar 2.5% dari GDP Jepang pada saat itu. Atau sekitar 100 miliar dolar AS. Korban yang mengungsi lebih dari 300.000 orang. Setelah peristiwa pilu itu, sebagian penduduk Kobe berpindah ke kota lain. Getaran gempa Kobe juga dirasakan hingga ke kota Osaka dan Kyoto. Dahsyat, luar biasa!

Pascabencana itu, reaksi cepat tanggapnya masyarakat Jepang sangat luar biasa. Jumlah relawan yang membantu korban gempa bumi waktu itu, rata-rata sekitar 20.000 orang per hari. Dalam 3 bulan pertama, total relawan yang datang membantu sekitar 1.170.000 orang. Pemerintah Jepang kemudian menetapkan tanggal 17 Januari sebagai Hari Relawan dan Penanggulangan Gempa Bumi.

Peristiwa Kobe membawa kesadaran baru. Sadar gempa seolah menjadi kebutuhan masyarakat Jepang. Masyarakat cepat bangkit belajar berbagai hal tentang gempa dan penyelamatan diri saat terjadi bencana bumi berguncang itu. Anak-anak sekolah pun diperkenalkan dengan berbagai pengetahuan tentang gempa sejak duduk di bangku Sekolah Dasar. Mereka mendalami gempa bukan hanya sekadar sebagai materi pengetahuan hafalan, tapi secara praktis mereka mempelajari bagaimana gempa itu bisa terjadi, mengapa terjadi, dan bagaimana seharusnya sikap mereka ketika gempa itu berlangsung. Menarik. Kini pemerintah dan masyarakat Jepang amat siap mental menghadapi gempa. Semua itu terjadi melalui proses pembelajaran, kesadaran, dan kerja keras dari pemerintah dan rakyatnya.

Saatnya Indonesia juga mengakrabi gempa secara sadar dan benar. Karena gempa merupakan bagian dari hidup kita, yang setiap saat bisa terjadi. Pembelajaran, kesadaran, dan berbagai pengetahuan tentang gempa harus pula dipahami oleh seluruh masyarakat. Bukan hanya mereka yang tinggal di perkotaan saja, tapi untuk seluruh lapisan masyarakat. Sehingga ketika gempa mengguncang Tanah Air, tindakan penyelamatan yang efektif dapat dijalankan. Makin mengenal sifat dan kharakter gempa, minimal kerugian dan korban jiwa dapat diperkecil. Barangkali, itulah pentingnya membudayakan sikap siap menghadapi gempa. Ada baiknya juga belajar dari negeri gempa.(*dari berbagai sumber



Baca Selanjutnya...

Senin, 07 September 2009

Wah, Kecelakaan Pesawat Indonesia Terparah!


JAKARTA, KOMPAS.com — Tingkat kecelakaan udara di Indonesia ternyata terparah di Asia Tenggara. Data dari Aviation Safety Network sesuai yang dilansir Bloomberg menunjukkan bahwa kecelakaan udara di Indonesia sejak tahun 1945 telah menewaskan 2.195 orang.

Sementara itu, jumlah korban kecelakaan udara di Filipina, salah satu negara berkembang yang bertetangga di Indonesia, cuma setengahnya, yakni 1.184 orang.

Bagaimana dengan Malaysia? Data dari situs jaringan keselamatan penerbangan tersebut menunjukkan, korban kecelakaan udara di Malaysia hanya berkisar di angka 280 jiwa.Pengamat militer dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jaleswari Pramowardhani, mengatakan, anggaran pertahanan Malaysia sebenarnya tidak terlampau berbeda jauh dengan Indonesia. "Menurut OECD (Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan), anggaran pertahanan Malaysia mencapai 2.240 miliar dollar AS," ujar Jaleswari.

Sementara itu, pada periode yang sama, dana anggaran pertahanan Indonesia yang terealisasi di Indonesia sekitar Rp 2,2 miliar dollar AS. Jaleswari mengatakan, salah satu penyebab tingginya kecelakaan udara tersebut adalah ketidakefektifan penggunaan anggaran pertahanan. "Tingkat kebocoran anggaran di bidang pertahanan di Indonesia pada tahun 2006 mencapai 38 persen. Hal ini, misalnya, bersumber dari proses tender pengadaan barang dan jasa," katanya.

Kecelakaan pesawat intai milik Tentara Nasional Indonesia jenis Nomad ini bukanlah kecelakaan udara yang pertama di Tanah Air. Pada tanggal 6 April 2009, pesawat Fokker F-27 produksi tahun 1976 jatuh dan meledak di Bandara Internasional/Pangkalan Udara Husein Sastranegara, Bandung. Sebanyak 24 anggota Pasukan Khas TNI AU tewas dalam kecelakaan tersebut.

Selang beberapa minggu kemudian, 20 April 2009, giliran Pesawat C-130 Hercules Alpha jatuh di Desa Geplak, Kecamatan Karas, Kabupaten Magetan. Sebanyak 116 penumpang ditemukan, 101 di antaranya tewas dan 15 lainnya luka parah.



Baca Selanjutnya...

Selasa, 01 September 2009

Ingin Jadi Pemasok Dunia? Pertanian Perlu Ditata Lagi


Rabu, 2 September 2009 | 07:58 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Melihat kondisi sektor pertanian di Indonesia saat ini, perlu dilakukan penataan ulang pembangunan pertanian dengan mindset baru untuk mewujudkan kedaulatan pangan dan menjadikan Indonesia pemasok pangan dunia.

"Seperti dalam pemberitaan, impor pangan Indonesia telah menguras Rp. 50 triliun per tahun," ucap mantan Menteri Negara BUMN Sugiharto saat diskusi "Strategi dan Kebijakan Kedaulatan Pangan dan Energi Berbasis Daya Nasional untuk Kedaualatan Bangsa" di Jakarta, Senin (1/9).

Sugiharto menjelaskan, permasalahan dalam sektor pertanian saat ini yaitu telah terjadi liberalisasi produk-produk pertanian seperti buah dan sayuran yang bebas masuk ke Indonesia tanpa hambatan. Selain itu, hampir semua kegiatan pertanian termasuk perikanan tidak memperoleh dukungan pembiayaan dari perbankan.

"Dalam kasus gula yang saat ini harganya melambung, pabrik-pabrik gula yang dikelola BUMN sudah tua sehingga tidak efisien. Revitalisasi lambat bahkan dalam beberapa kasus terjadi salah urus," tegasnya.Menurut Sugiharto, kinerja sektor pertanian harus ditingkatkan karena akan menciptakan kedaulatan pangan ke depan serta akan berdampak pada pengurangan kemiskinan secara signifikan. Untuk itu, pembangunan infrastruktur pertanian dan fasilitas sosial ekonomi di pedesaan mutlak dilakukan.

Selain itu, lanjutnya, reformasi agraria harus menjadi prioritas awal dalam perbaikan sektor pertanian. BUMN, Bank pemerintah, serta swasta harus dilibatkan dalam pembangunan kawasan industri agrobisnis dan agroindustri ke depan. "Petani harus diberdayakan agar mampu memiliki lahan rata-rata 2 hektar. Berikan petani pelatihan tentang pembukuan sederhana, pengelolaan manajemen mikro," ucapnya.

Pertanian bergantung pada sumber air dan energi

Dalam kesempatan sama Sugiharto menjelaskan, pertumbuhan sektor pertanian harus didukung dengan manajemen sumber daya air yang baik sehingga perlu dilakukan efisiensi dalam penggunaan air.

Selain itu, pertanian amat bergantung pada sumber energi non-renewable sehingga perlu dikurangi dengan memanfaatkan sumber energi yang terbaharukan.

"Lakukan penghematan dan konservasi bahan bakar minyak, gas, dan batu bara. Percepat diversifikasi energi, mendorong konversi bensin ke BBG di sektor angkutan. Jangan menjual energi murah ke luar negeri dan membeli energi mahal. Itu untuk menjamin ketahanan pangan kita," papar dia.



Baca Selanjutnya...