Rabu, 2 September 2009 | 07:58 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Melihat kondisi sektor pertanian di Indonesia saat ini, perlu dilakukan penataan ulang pembangunan pertanian dengan mindset baru untuk mewujudkan kedaulatan pangan dan menjadikan Indonesia pemasok pangan dunia.
"Seperti dalam pemberitaan, impor pangan Indonesia telah menguras Rp. 50 triliun per tahun," ucap mantan Menteri Negara BUMN Sugiharto saat diskusi "Strategi dan Kebijakan Kedaulatan Pangan dan Energi Berbasis Daya Nasional untuk Kedaualatan Bangsa" di Jakarta, Senin (1/9).
Sugiharto menjelaskan, permasalahan dalam sektor pertanian saat ini yaitu telah terjadi liberalisasi produk-produk pertanian seperti buah dan sayuran yang bebas masuk ke Indonesia tanpa hambatan. Selain itu, hampir semua kegiatan pertanian termasuk perikanan tidak memperoleh dukungan pembiayaan dari perbankan.
"Dalam kasus gula yang saat ini harganya melambung, pabrik-pabrik gula yang dikelola BUMN sudah tua sehingga tidak efisien. Revitalisasi lambat bahkan dalam beberapa kasus terjadi salah urus," tegasnya.Menurut Sugiharto, kinerja sektor pertanian harus ditingkatkan karena akan menciptakan kedaulatan pangan ke depan serta akan berdampak pada pengurangan kemiskinan secara signifikan. Untuk itu, pembangunan infrastruktur pertanian dan fasilitas sosial ekonomi di pedesaan mutlak dilakukan.
Selain itu, lanjutnya, reformasi agraria harus menjadi prioritas awal dalam perbaikan sektor pertanian. BUMN, Bank pemerintah, serta swasta harus dilibatkan dalam pembangunan kawasan industri agrobisnis dan agroindustri ke depan. "Petani harus diberdayakan agar mampu memiliki lahan rata-rata 2 hektar. Berikan petani pelatihan tentang pembukuan sederhana, pengelolaan manajemen mikro," ucapnya.
Pertanian bergantung pada sumber air dan energi
Dalam kesempatan sama Sugiharto menjelaskan, pertumbuhan sektor pertanian harus didukung dengan manajemen sumber daya air yang baik sehingga perlu dilakukan efisiensi dalam penggunaan air.
Selain itu, pertanian amat bergantung pada sumber energi non-renewable sehingga perlu dikurangi dengan memanfaatkan sumber energi yang terbaharukan.
"Lakukan penghematan dan konservasi bahan bakar minyak, gas, dan batu bara. Percepat diversifikasi energi, mendorong konversi bensin ke BBG di sektor angkutan. Jangan menjual energi murah ke luar negeri dan membeli energi mahal. Itu untuk menjamin ketahanan pangan kita," papar dia.
Selasa, 01 September 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar