Kamis, 08 Oktober 2009

Hidup Bersama Gempa


Gempa bumi yang mengguncang wilayah Sumatra Barat pada Rabu sore, 30 September 2009, memang sangat mengagetkan kita semua. Pasalnya, gempa yang tak kalah hebat juga baru saja mengguncang wilayah Tasikmalaya, Jawa Barat, dan sekitarnya.

Gempa bumi dengan kekuatan 7,6 skala ritcher yang mengguncang Sumbar itu ikut meruntuhkan bangunan-bangunan yang ada. Sejumlah rumah terbakar. Warga panik dan berlomba menyelamatkan diri. Bahkan sebagian warga ada yang berlari ke daerah perbukitan khawatir timbul tsunami. Yang tak kalah hebohnya saat para pasien rumah sakit terpaksa diungsikan ke luar rumah sakit karena cemas terjadi gempa susulan.Sementara itu, tak jauh dari Kota Padang. Perbukitan yang menaungi tiga desa di Patamuan, Padang Pariaman, Sumbar barat, longsor. Diperkirakan 400 orang yang tengah berada di sebuah pesta pernikahan ikut terkubur.

Guncangan gempa yang terjadi di Sumbar itu juga turut dirasakan warga Medan, Sumatra Utara. Lantaran takut dan panik, ratusan orang berhamburan keluar dari kantor dan pusat perbelanjaan. Gempa bumi yang mengguncang telah memicu kepanikan seluruh warga. Tak terkecuali warga Riau.

Selanjutnya, malam seusai gempa yang mengguncang, sebagian Padang gelap gulita. Aliran listrik di Padang, Bukittinggi, dan sekitarnya putus total. Ini terjadi karena sejumlah gardu PLN rusak dan roboh. Hal yang sama juga terjadi dengan jaringan komunikasi. Waktu pun berjalan terus berlalu.

Tidak semua orang langsung mengetahui nasib keluarga tercinta. Pascagempa, ratusan orang terkubur di bawah reruntuhan bangunan. Entah tewas ataukah hidup dan menunggu pertolongan. Tim penyelamat (SAR) tidak pernah menyerah untuk mengevakuasi para korban.

Kadangkala, rintihan korban bisa terdengar. Seperti yang terdapat di bawah reruntuhan gedung Sekolah Tinggi Bahasa Asing Prayoga. Sepanjang malam, anggota tim evakuasi mengajak korban berbicara dan memasok makanan serta minuman. Hasilnya, dua hari setelah bangunan runtuh, seorang mahasiswi bernama Ratna Kurnia Sari berhasil diselamatkan. Kisah Ratna ini memang merupakan pengecualian. Sebab, kisah sebagian besar korban justru berakhir dengan duka. Tewas tertimpa atau terkubur reruntuhan.

Pertemuan lempeng benua di tepi Pulau Sumatra memang membawa guncangan terus-menerus. Gempa Padang pekan lalu terjadi karena lempeng Indo Australia menabrak lempeng Eurasia. Mengingat letak Indonesia yang berada di lempeng Eurasia bagian tenggara, masyarakat Sumatra harus selalu waspada.

Menurut pakar gempa dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Profesor Doktor Sri Widiyantoro, hal yang terpenting adalah menyiapkan masyarakat untuk selalu siap bila guncangan terjadi. Pasalnya, gempa selalu datang tiba-tiba. Bangunan pun bisa roboh sewaktu-waktu. Meski demikian, risiko tetap bisa diperkecil.

Terkait hal itu, Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia memiliki sejumlah kiat, yaitu para penghuni rumah harus memperhatikan dan mengingat sendiri jalur yang bisa dilalui bila terjadi gempa. Jendela pun bisa menjadi jalan keluar alternatif. Akses, termasuk kunci haruslah diletakkan di lokasi yang mudah terjangkau. Selain itu, bila memungkinkan konstruksi rumah bisa diperbaiki agar lebih tahan guncangan.

Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi menjelaskan, umumnya bangunan rumah yang berbentuk simetris relatif lebih tahan gempa. Bagian-bagian tertentu dalam ruangan juga bisa diperkuat dengan penopang kayu. Bila terjebak dalam ruangan saat gempa terjadi, berlindunglah di tepi pilar atau penopang bangunan yang paling kokoh. Ranjang tidur memang bisa jadi salah satu sarana berlindung, tapi penempatan barang-barang harus diperhatikan.

Beberapa tips lain yang bisa dilakukan untuk meminimalisasi dampak gempa antara lain, distribusi beban di rumah yang sebisa mungkin diperhitungkan. Rumah juga harus dirawat agar selalu siap menghadapi guncangan. Namun yang terpenting adalah, semua kiat ini bersifat umum. Nantinya semua harus disesuaikan dengan situasi yang terjadi.

Meski demikian, gedung di kota-kota besar umumnya dirancang tahan gempa, namun sesuai dengan potensi gempa setempat. Pasalnya, korban yang berjatuhan sebagian besar akibat terkena atau tertimbun bangunan-bangunan yang runtuh.

Gempa adalah bencana alam yang tak bisa dihindari. Gempa akan datang, kini atau nanti. Yang bisa dilakukan adalah mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk meminimalisasi risiko. Selengkapnya, simak video berikut.(UPI/YUS)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar